Sepak Terjang Bisnis Fans di Industri K-Pop, Mulai dari Ladang Cuan hingga Kasus Penipuan

Di.
5 min readMay 27, 2022

Pesona K-Pop memang nggak ada habisnya. Seiring dengan perkembangan zaman, semakin beragam pula kultur fandom yang tumbuh di dalamnya. Jika dulu untuk mendapatkan album dan berbagai merchandise resmi minta ampun sulitnya, sekarang cukup menjelajah di media sosial atau e-commerce dan kamu bisa membelinya dengan mudah. Ini semakin didukung dengan berbagai produk yang dikeluarkan oleh perusahaan tempat idola-idola tersebut bernaung. Bahkan, budaya koleksi merchandise pun berevolusi pada merchandise unofficial, atau yang sering disebut dengan fankit.

Fenomena ini bukan sesuatu yang baru dan akan selalu ada seiring dengan budaya pop yang terus berkembang juga. Namun, tetap ada hal-hal yang menarik untuk diamati apalagi jika menilik para fans yang siap menggelontorkan uang demi mendapatkan barang-barang yang mereka inginkan. Beberapa bahkan berani membanderol photocard resmi sang idola dengan harga jutaan. Lantas, bagaimana sebenarnya industri fans K-Pop ini bekerja?

Berangkat dari Fan Economy

Perilaku penggemar dengan loyalitasnya terhadap idola mereka, terutama untuk perihal konsumsi, dapat dijelaskan lewat konsep fan economy. Secara sederhana, fan economy adalah mode operasional dan bisnis yang memanfaatkan ikatan emosional dan loyalitas yang dimiliki penggemar terhadap idola untuk meraup keuntungan. Dalam hal ini, perilaku konsumer sangat memengaruhi proses dan perkembangan bisnis ini.

Nggak heran jika merchandise K-Pop yang dijual 10 tahun lalu sangat berbeda dengan apa yang ada di pasaran sekarang. Dulu para penggemar hanya mengenal album, DVD konser, dan tentunya berbagai majalah yang memuat idola-idola mereka. Kini, produknya sudah cukup beragam mulai dari photocard, lanyard, photobook, bahkan berbagai brand mulai menjalin kerjasama dengan idola K-Pop dan mengeluarkan merchandise khusus untuk pembelian produk.

Seiring dengan bertambahnya benefit yang didapatkan oleh fans, semakin meningkat pula harga yang harus dibayar. Ini dirasakan oleh seorang penggemar berinisial R yang telah mengoleksi album K-Pop sejak 2013. “Zaman segitu murah paling Rp150 ribu. Kalau paling mahal sekitar Rp800 ribu,” akunya saat diwawancarai oleh tim expandana (30/04).

Mengatur Keuangan Demi Idola

Selaras dengan ikatan emosional yang semakin menguat dan perkembangan bisnis K-Pop, penyesuaian terhadap aspek keuangan personal pun turut mengikuti para penggemar. Dengan harga album dan merchandise yang terus mengalami kenaikan, ada proses perencanaan uang yang juga perlu dilakukan.

R sendiri mengaku kalau ambisinya terhadap album K-Pop masih tergolong realistis, “Diusahakan beli, tapi bukan prioritas. Kalau memang tidak ada dananya, tidak akan beli saat itu juga. Jadi memang mengumpulkan semua comeback, tapi tidak terburu-buru.”

Berbeda dengan R, Dita (bukan saya), mengungkapkan kalau selain membeli album ia juga mengumpulkan merchandise lain seperti photocard, season greetings merchandise, dan lightstick.

“Ada budget dari jajan ortu aku sisihkan, ada yang dari tabunganku sendiri,” ujarnya ketika ditanya alokasi dana untuk jajan produk K-Pop. Mahasiswa asal Surabaya itu memilih untuk mengoleksi karena mendapatkan rasa puas. Karena menyukai K-Pop, Dita merasa membeli album bisa membantu popularitas idolanya di tangga lagu musik Korea Selatan.

Alasan ini senada dengan Ami, seorang karyawati perusahaan swasta di Pekanbaru, “Kalau aku kan selama ini cuma getol beli album ya, jadi beli album itu semacam mengapresiasi kerja keras mereka yang udah berkarya bikin musik. Dengan beli album mereka secara nggak langsung ngasih pendapatan sama merekanya.”

Perempuan berusia 28 tahun tersebut menyisihkan uang gaji yang ia terima untuk membeli album NCT dengan menggunakan sistem cicilan. “Biasanya kan kalau beli jajanan K-Pop gitu sistemnya PO kan ya, jadi siapin duit untuk DP-nya dulu. Ntar menjelang pelunasannya tuh bisa ada rentang sebulanan dari awal kirim DP. Jadi waktu nunggu barangnya nyampe terus bisa pelunasan bisa disambil nabung. Atau bisa juga sambil nunggu pelunasan, pembayarannya dicicil ke seller-nya. Biar gak terlalu berat bayar pelunasannya.”

Perkembangan Fan Economy dalam Berbagai Bentuk

Selain produk resmi dari perusahaan entertainment, ada pula model bisnis yang dikembangkan oleh para penggemar. Mulai dari yang paling umum seperti gantungan kunci bergambar oppa, photocard, hingga username media sosial dengan unsur nama sang idola.

Fenomena yang terakhir ini memang tergolong baru muncul beberapa tahun terakhir, terutama ketika semakin banyak orang yang menggunakan Twitter. Model bisnis ini cukup unik, para penjual cukup memiliki satu akun Twitter tidak terpakai dan menggunakan username yang berkaitan dengan nama idola.

Yang lebih mengejutkan lagi, hasil penjualan username ini berkisar di antara puluhan ribu hingga jutaan rupiah. “Range-nya sih 25–300 ribu,” aku salah satu penjual berinisial A. Pelajar yang berasal dari Jakarta ini adalah salah satu pelaku bisnis username di Twitter. Ia bercerita kalau hype terhadap suatu idola menjadikan username sebagai salah satu bentuk investasi sederhana.

Sebagai produk yang dijual, tentu ada standar yang mengikuti. Umumnya, semakin ringkas, mendekati nama idol, dan semakin langka maka akan semakin mahal harganya. Proses penjualannya pun bisa melalui lelang di media sosial. Cukup dengan mengetik kata kunci ‘open bid’ dan ‘username’ kamu bisa melihat username apa saja yang sedang dilelang.

Pamor jual beli username ini disinyalir dimulai oleh pecinta K-Pop yang juga menggunakan media sosial di Indonesia sebelum merambat ke penggemar luar negeri. “Biasanya kalau username op (original post) kayak @haechan itu kan punya orang Indo. Nah, ada international fans yang ikut ob (open bid).”

Permasalahan permintaan dan penawaran jadi salah satu alasan paling kuat mengapa username bisa dihargai begitu mahal. Sekali seseorang memiliki username tersebut, maka tidak akan ada yang bisa menggunakannya lagi.

Sementara itu bisnis jual beli photocard (pc) resmi juga sering jadi sorotan dan trending topic di media sosial. Untuk fenomena ini sih nggak jauh berbeda seperti kolektor kartu pemain basket atau baseball. Semakin langka kartunya, maka semakin mahal pula harganya.

“Yang mahal bisa sampai jutaan itu biasanya PC yang limited. Atau yang demand-nya tinggi. Atau PC keluaran event gitu jadi stoknya limited,” ujar Ami yang lebih memilih untuk beli album dibandingkan beli photocard.

Faktor jumlah fans rupanya juga turut memengaruhi kisaran harga. Untuk anggota grup yang cukup terkenal, misalnya saja NCT Jaehyun atau BTS Jungkook, maka PC-nya bukan tidak mungkin dibanderol dengan harga di atas Rp100 ribu.

Untuk para kolektor PC pun harus berjibaku dengan ratusan fans lain untuk melengkapi koleksi mereka. Alhasil, bisnis photocard jelas jadi ladang cuan tersendiri untuk para fans yang tidak memiliki ikatan emosional sebesar itu terhadap artis idolanya.

Kasus Penipuan di Balik Pesona K-Pop

Tentu saja fenomena jual beli album hingga produk-produk fandom K-Pop lain tak terhindarkan dari kasus penipuan. Mungkin kamu juga sudah sering melihat unggahan para korban penipuan di media sosial.

Dengan harga album dan merchandise lain yang tergolong mahal, tindak penipuan hingga puluhan juta dengan korban yang cukup banyak pun masih menjadi permasalahan. Yang lebih kompleks lagi, pada banyak kasus ditemukan bahwa pelakunya juga merupakan bagian dari penggemar K-Pop dan usianya pun masih cukup muda.

Di antara beberapa orang yang sempat saya wawancara, mereka semua mengaku pernah menjadi korban penipuan lewat pembelian album dan merchandise. “Karena ikut group order jadi ya ketipu owner untuk photocard gitu sih. Udah 3–4 kali ketipu, sekali ketipu 300–500 ribu jadi sekitar 1–2 juta,” ungkap Dita.

Selain Dita, Ami juga mengaku kapok karena pernah mengalami kejadian yang serupa saat berniat membeli album lewat toko lain yang harganya lebih murah dari langganannya. Jika Dita kemudian memilih untuk nggak membeli album atau merchandise yang harganya jutaan, Ami memilih untuk kembali ke toko langganannya tersebut.

Pesona idola memang bisa membuat seseorang jadi lebih loyal dan mau merogoh kocek dalam-dalam demi bisa menyenangkan diri sendiri. Membiayai hobi pun bukan sesuatu yang salah selama memang para penggemar tersebut memiliki kemampuan finansial untuk melakukannya. Tapi, kalau sampai harus berutang ataupun menipu penggemar lain demi memuaskan hasrat, tentu saja loyalitas tersebut patut dipertanyakan.

--

--

Di.

A safe space where I reside in between these letters.